Menguatkan Kelembagaan dan Pemberdayaan Petani sebagai Pilar Swasembada Pangan Nasional : Focus Group Discussion Kolaborasi Pusdi Perlintan dan Distanbun Jawa Tengah

Soropadan, 22 Juli 2025-Pusat Studi Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Pusdi Perlintan) Universitas Sebelas Maret (UNS) bersama Dinas Pertanian dan Perkebunan (DISTANBUN) Provinsi Jawa Tengah menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Arah Kebijakan dan Strategi Pemberdayaan dan Kelembagaan Petani Menuju Swasembada Pangan” pada Selasa, 22 Juli 2025 di Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) Soropadan, Temanggung.
Acara ini dibuka oleh sambutan dari Dr. Hanifah Ihsaniyati, SP, M.Si, selaku Ketua Pusdi Perlintan dan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi Jateng, Defransisco Dasilva Tavares, SP, M.Si.
FGD ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari unsur pemerintah daerah, akademisi, organisasi tani, pelaku usaha, hingga lembaga swadaya masyarakat. Kegiatan ini bertujuan merumuskan arah kebijakan strategis yang berkelanjutan dan berbasis kelembagaan guna mendorong swasembada pangan nasional dengan menjadikan petani sebagai aktor utama.
Ir. Widiyanto, S.P., M.Si., PhD, peneliti Pusdi Perlintan sekaligus dosen sosiologi pertanian UNS, dalam pemaparannya menyampaikan pentingnya menggeser paradigma pemberdayaan petani dari sekadar peningkatan produksi menuju kedaulatan pangan yang menyejahterakan dan berkelanjutan. Ia menekankan bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal mencukupi kebutuhan dari sisi kuantitas, tetapi juga bagaimana pangan diproduksi, didistribusikan secara adil, dan tetap selaras dengan budaya serta ekologi lokal. Swasembada pangan, menurutnya, harus linier dengan peningkatan kualitas hidup petani dan masyarakat sekitar.
Materi kedua disampaikan oleh Sekretaris Distanbun Provinsi Jawa Tengah, Himawan, yang menyoroti peran kelembagaan petani sebagai fondasi dalam menciptakan ekosistem pangan regional yang kuat. Ia menyampaikan bahwa penguatan kelembagaan diperlukan agar distribusi pangan lebih merata dan tahan terhadap gejolak pasar. Kelembagaan yang tangguh juga akan mempermudah kolaborasi hulu-hilir dan mendukung upaya pengendalian inflasi pangan yang sering kali dipicu oleh ketimpangan distribusi antarwilayah.

Diskusi berjalan dinamis dengan kontribusi dari peserta lintas sektor. Beberapa hal krusial yang mengemuka antara lain: alih fungsi lahan yang kian mengancam keberlanjutan pertanian, regenerasi petani yang terhambat oleh rendahnya minat generasi muda, serta perlunya modernisasi sistem pertanian agar menjadi profesi yang menarik dan bermartabat. Tantangan lain yang dibahas meliputi akses permodalan yang belum optimal, lemahnya posisi tawar petani terhadap pasar, hingga belum terbentuknya sistem yang mengintegrasikan produksi, distribusi, dan konsumsi secara adil.
Perwakilan dari PERPADI menyampaikan kekhawatiran atas ketersediaan sarana produksi dan perlunya ekosistem pangan yang melibatkan semua pihak secara aktif. Sementara dari sektor peternakan, isu terkait defisit produksi susu, ketergantungan pada jagung sebagai pakan, serta fluktuasi harga telur dan ayam menjadi perhatian. Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Gita Pertiwi juga menyuarakan pentingnya menempatkan petani sebagai pelaku usaha yang berdaya dan memiliki akses setara terhadap informasi serta pasar.
Dari sisi pertanahan, Kanwil ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah menyoroti perlunya penguatan kebijakan agraria yang mampu melindungi lahan produktif melalui insentif dan legalitas yang tepat sasaran. Sertifikasi lahan pertanian berkelanjutan menjadi langkah konkret yang sedang diupayakan, disertai dengan dorongan untuk membentuk organisasi petani berbasis komunitas agar memiliki akses terhadap dukungan pemerintah dan lembaga keuangan.

Menutup diskusi, Sekretaris Distanbun menegaskan bahwa kesejahteraan petani harus menjadi titik akhir dari seluruh kebijakan yang disusun. Optimisme terhadap regenerasi petani tetap harus dijaga melalui insentif yang tepat, pembinaan berkelanjutan, dan penguatan kelembagaan. FGD ini merekomendasikan perlunya sinergi konkret antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat sipil dalam memperkuat sistem pangan nasional melalui pemberdayaan petani yang berkeadilan dan berkelanjutan.